Mengungkap Keindahan Lawu di Hari Kemerdekaan

September 14, 2009 § 6 Comments

Sudah setahun aku tidak mengupdate blog ku, rasanya ini waktu yang tepat untuk bangkit lagi menulis di sini, ditengah kebosanan di perpus FEB πŸ˜€

aku n Barqun saat sunrise di Lawu

aku n Barqun saat sunrise di Lawu

Aku ingin bercerita padamu kawan, tentang pengalamanku di hari kemerdekaan kemarin, 17-08-2009. Pengalaman pertamaku mendaki gunung, dan kebetulan bertepatan dengan hari kemerdekaan. Sebenarnya aku dan kawanku Barqun, berencana untuk mendaki Sindoro sebelumnya, tetapi karena jalur pendakian gunung-gunung di Jawa ditutup, maka Lawu menjadi alternatif terakhir. Gunung Lawu juga terkenal sebagai gunung pemula, karena medannya yang relatif tidak terlalu terjal.

Kami berencana sejak jauh-jauh hari sebelumnya. Barqun memintaku untuk melatih fisik, karena pengalaman dulu waktu aku pernah ikut mendaki bersamanya di gunung Merapi, badanku sempat sakit-sakitan karena kurang persiapan (dan akhirnya aku tidak sampai puncak.. T_T). Persiapan fisik pun kulakukan, mulai dari renang hingga jogging tiap sore. Tekadku sekeras batu, Lawu akan menjadi puncak yang pertama kutaklukkan, setelah sebelumnya gagal di Merapi. Bahkan aku berumpama, bahwa gunung ini adalah sebuah pencapaian pertamaku setelah meninggalkan jenjang SMA dulu. “Jika aku tak mampu menaklukkan Lawu, bagaimana aku bisa menghadapi masalah-masalah lain nantinya yang lebih besar dari gunung?” pikirku saat itu, untuk meyakinkan tekadku yang sudah bulat.

Hari Minggu tanggal 16, siang hari, kumulai perjalananku dengan motor Barqun. Perjalanan yang sangat melelahkan, kami berada di motor 3 jam, padahal motor itu sudah dipacu lumayan kencang. Setelah melewati Solo dan menuju tanjakan Tawangmangu yang sangat terjal, akhirnya sampailah kami di jalur pendakian Cemoro Sewu. Disana rupanya telah banyak pendaki yang berkumpul untuk merayakan upacara di puncak Lawu besok.

Kawan, banyak hal yang kudapat di pos awal bersiap sebelum mendaki. Kulihat banyak pendaki-pendaki dengan berbagai macam rupa. Mulai dari pendaki veteran yang nampaknya seumur kakekku, pemuda-pemuda pecinta alam yang terlihat santun, masyarakat desa yang berencana wisata (tanpa mempersiapkan banyak perlengkapan untuk mendaki), pendaki berpengalaman yang berbadan kekar dan berpakaian tanpa lengan padahal cuaca sangat dingin, hingga aku yang baru pertama kali mendaki, tampak culun dengan celana mirip celana SMA, dan memakai sepatu lari saat mendaki.

Sore itu sebelum mendaki, aku dan Barqun sempat mampir di salah satu warung untuk makan nasi rames. Tidak terlalu mahal, sekitar 4000 kami masing-masing sudah mendapat nasi rames berlauk telur dengan tambahan minum jeruk hangat. Sangat lezat rasanya dimakan selagi cuaca dingin seperti itu. Setelah cukup persiapan dan sholat Maghrib, kami mulai perjalanan dari Cemoro Sewu.

Kabut mulai menyelimuti Cemoro Sewu. Setelah lapor dan membayar dana asuransi di pintu masuk dan berdoa, kami mulai perjalanan menuju pos 1. Di awal perjalanan, di kanan kiri jalan banyak terdapat pendaki yang mendirikan tenda. Kemungkinan mereka sudah dari tadi siang bermukim di situ, dan baru tengah malam nanti akan mendaki. Aku dan Barqun berstrategi untuk mendaki sekarang, supaya bisa santai di jalan dan bisa beristirahat di jalan nanti. Selama perjalanan ke pos 1, belum terasa letih yang berarti, namun Barqun terlihat sedikit kewalahan. Mungkin karena ia sedang beradaptasi pikirku. Setelah melewati kebun-kebun warga (meskipun tidak terlihat jelas), sampailah kami di pos 1.

Di pos 1 terdapat pos istirahat dan warung. Karena kami rasa terlalu dini untuk istirahat, tanpa berhenti lama kami langsung melanjutkan perjalanan ke pos 2. Perjalanan ini lah yang menurutku adalah yang paling berat. Barqun sudah mulai terlihat tenang, mungkin karena ia adalah pendaki yang berpengalaman. Asumsi ku tadi dia kewalahan salah, ternyata itu hanya awal adaptasinya. Keadaan berbalik sekarang, rasanya langkahku sekarang semakin berat, nafasku semakin pendek. Sementara barqun melangkah saja dengan ringan. Inilah sebenarnya, arti dari pengalaman. Seorang pendaki sombong yang baru pertama naik gunung, mendapati dirinya kaget dengan medan “pemula” di gunung Lawu. Hanya berjarak beberapa ratus meter, kami berhenti istirahat. Perutku mulai terasa mual, dan Barqun memberiku balsem untuk ditempel di perut. Setelah keadaanku mulai membaik, kami melanjutkan perjalanan. Seperti biasa, beberapa ratus meter lalu berhenti. Barqun harus menungguku beristirahat, padahal ia tak terlihat letih. Untunglah ia sabar, dan selalu memberi semangat. Terima kasih barqun. πŸ˜€

Di perjalanan yang panjang menuju pos 2, mulailah kurasa nyata, hal yang disebut “mengalahkan diri sendiri”. Hambatan-hambatanku di kehidupan, seolah nampak jelas waktu kudaki gunung ini. Kemalasanku, yang biasanya sehari-hari menyerang karena kantuk, kuhadapi saat perjalanan. Saking ngantuknya, hingga ketika aku duduk istirahat pun bisa tertidur pulas untuk beberapa menit. Langkah pun terasa sangat berat. Ini adalah hal yang harus aku kalahkan, untuk menggapai puncak pencapaian nantinya. Tekadku sekarang diuji, usaha-usaha ku selama seminggu lalu untuk mempersiapkan pendakian ini, harus dijawab sekarang.

negeri di atas awan..

negeri di atas awan..

Di perjalanan, untuk mengalihkan perhatian ku dari rasa letih, aku memandang sekitar. Indah sekali kawan, andai kau lihat. Bertabur bintang di atas, sangat cerah. Sungai bintang yang biasanya hanya aku lihat di buku-buku, nampak di depan mataku. Beberapa kali pula kutemui bintang jatuh melintas. Sama sekali tak berdaya, seorang manusia diantara kuasa Tuhan yang tampak begitu Indah dan Maha Besar ini. Tak ragu kugadaikan rasa letih ini untuk melihat keindahan sejati dari sang pencipta. Langkahku kembali mantap.

Setelah perjalanan yang cukup panjang, sampailah aku di pos 2. Di pos ini kami istirahat cukup lama. Aku membeli segelas minuman jahe hangat. Barqun makan sedikit coklat dari bekalku. Kata Barqun menyemangatiku, sebaiknya peristirahatan ditunda hingga pos selanjutnya, karena keadaan ramai dan kami rasa telah cukup stamina terisi di pos ini. Akhirnya, kuputuskan untuk beranjak langsung ke pos selanjutnya, pos 3.

Tidak banyak perkembangan dari keadaan tadi, aku menjadi pelambat di perjalanan. Setiap beberapa ratus meter, aku duduk untuk beristirahat. Sekali-kali, aku merebah dan menghadap langit yang berhias sungai bintang untuk mengendurkan otot dan meredam rasa kantukku yang menyerang hebat. Untunglah ada Barqun yang memberiku semangat, sehingga aku tidak melulu istirahat dan menunda tidurku di jalan. Oh ya, kami juga menjumpai banyak pendaki di jalan. Mereka sangat ramah, selalu menyapa dan kadang menanyakan kabar ketika berpapasan. Kadang pula mereka juga memberi semangat bagi para pendaki, dan selalu menolong pendaki lain ketika ada masalah. Aku sangat bersyukur bisa bertemu mereka, dorongan untuk mencapai puncak semakin kuat. Aku harus bisa mencapai puncak dan mengejar target, melihat sunrise.

Sampai di pos 3, kami putuskan untuk istirahat tidur sejenak. Kami menggunakan sleeping bag untuk tidur di pinggir jalan. 2 jam aku tertidur pulas karena kantuk parah, sementara Barqun tidak bisa tidur. Setelah tidur, kami lanjutkan perjalanan dengan semangat baru. Jam menunjukkan pukul 2 malam. Kata Barqun, target sunrise akan tercapai nantinya bila tidak ada hambatan. Mendengarnya, semangat ku terbakar. πŸ˜€

Meskipun perlahan dan disertai banyak istirahat di perjalanan, sekarang puncak semakin dekat. Jalan yang berbatu dan terjal, sekarang mulai berganti landai, menandakan bahwa puncak sudah mulai dekat. Karena sudah dekat dan merasa tidak terlalu letih, kami memutuskan untuk tidak berhenti di pos berikutnya. Bahkan karena tidak berhenti, aku juga tidak tau tentang letak pos-pos setelah pos 3 tersebut :P. Perjalanan diteruskan hingga tempat yang cukup tinggi di dekat puncak. Kami berhenti di situ untuk melihat pemandangan sunrise yang sebentar lagi akan muncul. Tak lupa, di udara dingin kami sempatkan untuk shalat subuh. Setelah itu, persiapan kamera untuk menangkap sunrise dilakukan πŸ˜€

Sunrise @lawu

Sunrise @lawu

Subhanallah.. menjelang matahari terbit, terdapat semburat horizon terlihat. Memang, melihat sunrise dari ketinggian gunung merupakan pengalaman yang sangat berbeda. Horison itu kelamaan nampak jelas warnanya dan semakin terang. Langit hitam di sekitar horizon, berubah kelamaan menjadi biru. Warna orange menyeruak menyusulnya. Tak lama, terdapat suatu sumber cahaya muncul di tengah horizon tersebut. Ya, Matahari. Yakinlah kawan, kata-kata ini tak mampu menggambarkan keindahannya yang sebenarnya. Matahari itu muncul dari garis terang di pucuk dunia, melukis keindahan yang Maha Besar.

Benar-benar merupakan peristiwa yang tak terlupakan seumur hidupku, melihat sunrise di Gunung Lawu, dalam pendakian pertamaku. Setelah mengabadikan beberapa foto, akhirnya aku dan Barqun memulai lagi perjalanan untuk mendaki ke puncak tertinggi, Hargo Dumilah. Sangat indah! Aku serasa berada pada negeri di atas awan. Pertama kali pula waktu itu, aku melihat keindahan bunga edelweiss yang legendaris itu. Di puncak, kulihat pemandangan beberapa gunung di pulau jawa; semeru, merbabu, dan merapi. Masing-masing puncak gunung tersebut muncul di atas awan memamerkan kegagahannya. Aku hilang di tengah kebesaran-Nya.

Upacara di lawu

Upacara di lawu

Setelah puas berfoto dan makan di puncak, kami turun ke kawah mati lawu untuk upacara kemerdekaan bersama pendaki lain. Pemandangan indah kawah lawu menjadi saksi bisu para pecinta alam melakukan upacara kemerdekaan, mengobarkan nasionalisme dengan kesadaran akan anugerah alam Allah SWT. Upacara yang unik, namun tidak meninggalkan nilai utama esensi dari peringatan kemerdekaan.

Hari sudah siang, kami bertolak untuk pulang. Pemandangan yang tadi malam tidak terlihat jelas, sekarang tampak jelas dan indah. Serasa di kerajaan kahyangan, sekelilingku adalah awan. Bunga-bunga pegunungan berhias di samping jalan. Aku sangat bersyukur, karena bisa mencapai puncak dan bisa turun dengan melihat pemandangan yang indah ini. Kurasa, dorongan ini bukan karena diriku sendiri yang lemah ini, terdapat faktor besar yang menggerakkanku, kekuatan Maha Dahsyat yang bisa membolak balikkan hati, yang bisa menciptakan apapun yang dikehendaki-Nya, Allah ‘Azza wa jalla.

Sungguh, itu merupakan pengalamanku yang tak akan kulupakan. Selanjutnya, aku akan menaklukkan gunung-gunung kehidupan di depanku, menuju puncak yang abadi. Semoga Allah meridhoi perjalanan kita.

Tagged:

§ 6 Responses to Mengungkap Keindahan Lawu di Hari Kemerdekaan

Leave a reply to herzhz Cancel reply

What’s this?

You are currently reading Mengungkap Keindahan Lawu di Hari Kemerdekaan at Raushanomics.

meta